Ilalang Victoria |
Di sela hari liburnya, buruh migrant bisa menggunakan waktunya untuk memanjakan diri, mencari ilmu, berorganisasi, mengembangakan bakat yang terpendam, atau menggunakan waktu benar benar untuk istirahat. Kondisi seperti ini tidak kita jumpai di Negara-negara Timur Tengah, Malaysia bahkan Singapura yang kondisi negaranya hampir sama dengan Hong Kong. Tapi mengapa banyak Buruh migran yang meninggal dunia di Negara dengan perlindungan buruh migran lebih baik dari pada Negara Negara lain?? Apakah karena Tuhan sudah mentakdirkan buruh migran tersebut meninggal di Negara penempatan?? Tentu saja sebelum ke faktor Takdir, ada banyak faktor yang seharusnya diperjuangkan agar bisa menghindari diri dari pada kematian tragis.
Mayoritas Buruh migran pekerja rumah tangga dipekerjakan over time
Menjadi buruh migran pekerja rumah tangga, buruh tak mempunyai jam kerja yang pasti. Buruh rumah tangga di Hong Kong rata rata harus menjalani 16-18 jam dalam sehari, bahkan ada yang lebih. Waktu yang panjang itu menjadi terasa berat ketika majikan tinggal di rumah . Hingga Bukan hanya faktor pekerjaan saja yang akan membuat tertekan, tapi sering kali sikap majikan dan kondisi keluarga majikan juga menambah ketertekanan kita menjadi lebih berat dalam bekerja.dari beberapa konselingan yang saya tangani, dalam satu minggu rata rata 3 dari BMI pendatang baru mengeluhkan jam kerja yang panjang dan bekerja tidak sesuai dengan perjanjian yang ditanda tangani di dalam kontrak. Selain berhadapan dengan jam kerja yang panjang , tempat tidur juga sangat berpengaruh pada kesehatan. Karenabanyak Buruh Migran yang terpaksa harus menerima kondisi tidur yang tidak layak ( tidur di lantai, dapur, ruang tamu bahkan ada yang tidur di kamar mandi ). Ketika hal tersebut diatas menyatu pada kondisi kerjayang tidak layak, sudah pasti kesehatan Buruh migran tidak akan terjamin, dan akan gampang diserang penyakit yang tidak kita sadari.
Biaya agency membuat BMI terjerat dalam kondisi buruk di rumah majikan
Adalah Jenny ( bukan nama sebenarnya ),buruh migran asal magelang. Yang baru saja datang 3 minggu di Hong kong, dalam kontrak kerjannya , ia hanya menandatangani pekerjaan rumah tangga, seperti bersih bersih rumah, memasak , mengasuh anak , belanja, mencuci mobil dan memijit. Namun apa yang menjadi kenyataan dihadapinya adalah ia dipekerjakan untuk memijit langganan majikannya yang membuka praktek memijit di rumahnnya. Jenny diminta untuk memijit dalam jangka waktu yang lama, sehingga tangannya sering kali merasa kesakitan. Bahkan perkembangan terakhir ia mengalami bengkak pada tangannya.
Beberapa kali jenny melapor ke agen, namun agen menjadi marah marah dengan mengatakan bahwa jenny tak berniat bekerja. Karena tidak terima diperlakukan seperti itu kemudian Jenny aku sarankan untuk membuat catatan semua yang dialami yang tidak sesuai dengan kontrak kerja untuk dijadikan bahan laporan ke labor departeman dan imigrasi sebagai bahan komplin atas pekerjaannya yang tidak sesuai dengan pejanjian kerja di dalam kontrak. Namun yang terjadi , ia menjadi ketakutan karena agennya mengancam bila jenny diinterminat dan dipulangkan ke Indonesia Jenny harus membayar ganti rugi kepada agen dan PJTKI yang memberangkatnnya.
Berapa jumlahnnya?? Adalah sebesar potongan gaji yang harus dia bayar ke agen yaitu sekitar HK $ 18 000 atau sekitar 27 juta rupiah. Bagaimana Jenny akan membayar uang sebanyak itu ketika kondisi ekonomi keluargannya di Tanah Air sangat pas pasan?? Hal inilah yang sering kali membuat buruh migran tak mampu melawan pada ketidak adilan yang menimpanya di Negara penempatan. Kemudian apa yang terjadi,banyak Buruh migran bertahan pada kondisi buruk tersebut hanya agar bisa melunasi potongan agen dan keluarga di Tanah Air tidak di Teror oleh PJTKI. ( meski sebenarnya buruh Migran yang diperlakukan tidak layak sebagai pekerja mempunyai hak untuk menginterminate majikannya, namun keberanian untuk menggunakan hak itu masih sangat tipis pada buruh migran tersebut karena faktor ketakutan ancaman dari PJTKI dan Agen! ) dari sinilah seringkali kondisi psikologi Buruh Migran mulai tidak sehat dan berlanjut pada sakit sakit yang lain.
Jebakan jerat BMI berawal dari Kebijakan pemerintah Indonesia terkait denga biaya agency.
UUPPTKILN no 39 tahun 2004, pasal 24 menyebutkan “ penempatan TKI pada pengguna perseorangan Harus melalui mitra usaha di Negara tujuan “.
pada pasal tersebut sudah sangat jelas bahwa pemerintah menyerahkan CTKI ( CBMI ) kepada pihak swasta yang menjadi kaki tangan Negara untuk mengurus semua proses pemberangkatan CTKI ( CBMI ) . Proses pemberangkatan tersebut dari mulai paspor hingga perlindungannya diserahkan kepada pihak sewasta ( PJTKI dan Agency ). Pasal 24 tersebut menjadi berat ketika BMI juga dihadapkan pada kebijakan CBMI harus melalui tahapan belajar Bahasa dan bekerja yang mengharuskan CBMI tinggal di penampunagn dalam jangka waktu paling sedikit 3 bulan.
Dalam hal ini pemerintah tidak memberi batasan biaya yang harus ditanggung oelh CBMI, sehingga membuat PJTKI bisa membubungkan biaya penempatan sesuai keinginannnya.padahal jelas sekali tertera dalam UU 39 , pasal 76 tentang komponen biaya yang harus dibayar oleh CBMI hanya meliputi :
• Pengurusan dokumen jati diri ( paspor, surat - surat yang diperlukan dari pemerintahan daerah CBMI , foto dll )
• Biaya medical ketika di Indonesia ( meliputi biaya pemeriksaan kesehatan dan psikologi ).
• Pelatihan kerja dan sertifikasi dan kompetensi kerja
Dan Jumlah biayanya tidak lebih Dari 1 bulan gaji. Sementara biaya akomodasi dan kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan kondisi di negara penempatan adalah menjadi kewajiban pengguna jasa atau majikan untuk menyeediakannya. Namun sekali lagi pelimpahan wewenang pemerintah kepada pihak swasta dalam bentuk diwajibkannya CBMI masuk PJTKI maka biaya menjadi sangat membengkak , dan menjadi awal BMI terjerat pada perbudakan hutang yang berefek pada masalah kejiwaan BMI setelah di Negara penempatan! Lain halnnya bila BMI di beri kekuasaan untuk mengurus proses kontrak secara mandiri, hal ini selain membuat BMI terhindar dari masalah perbudakan hutang , juga akan membuat Buruh Migran lebih diperhitungkan capabellitynya sebagai pekerja. Namun sampai detik ini pemerintah Indonesia sepertinya enggan untuk memberikan saja sedikit angina segar kepada BMI untuk memproses kontraknnya secara mandiri!
Kebijakan stay in pemerintah Hong Kong membuat Buruh migran rentan pada kondisi tertekan.
Setelah BMI dipaksa berhadapan dengan biaya agen yang tinggi, BMI juga dihadapkan pada kondisi kerja ditempat majikan yang dari segi lingkungan dan budayannya sangat berbeda. Sebagai pekerja rumah tangga, BMI dituntut untuk stand by selama 24 jam untuk melayani majikan. Bagi majikan yang sedikit baik hati , mungkin ia akan memberikan fasilitas sedikit longgar kepada buruhnya, namun banyak juga majikan yang memperlakukan buruhnya semena-mena. Bahkan dari kasus konseling yang ditangani oleh kawan kawan organisasi banyak diantara mereka yang menjadi korban long working hours ( jam kerja berlebihan ) hal ini karena pemerintah hong kong tidak memberikan kebijakan kepada pekerja rumah tangga asing untuk memilih Stay out ( tinggal di luar ) untuk menghindari long working Hours dan kondisi sikologi rumah majikan yang sering kali membuat para buruh rumah tangga mau tidak mau harus berhadapan dengan situasi yang melibatkan emosinya, meskipun itu adalah urusannya majiikan.
Mengupas sisi negative dari kebijakan wajib stay in , banyak sekali faktor yang bisa menjadi penyebab buruh migran memilih mengakhiri hidupnya di Negara penempatan , baik disengaja maupun kecelakaan. Banyak kasus kasus pelecehan yang tidak terungkap dan membuat Buruh Migran menjadi tertekan karena tidak berani mengungkapkannya. Hal ini sangat bertentangan dengan konvensi internasional tentang kebijakan pekerja rumah tangga yang tertuang dalam aturan ILC 189 tentang perlindungan buruh migran dan keluargannya.
Apa yang harus kita lakukan agar bisa melindungi diri di rumah majikan??
Pahamilah hak hak kita sebagai pekerja ( seperti hak menolak ketika kita dipekerjakan tidak sesuai dengan pekerjaan yang kita tanda tangani di dalam kontrak ). Gunakanlah waktu libur sebaik baiknnya untuk mencari informasi dan jangan ragu untuk bergabung dengan organisasi organisasi yang giat memberikan pelayanan terhadap buruh migran . Apa bila menemui hal hal yang sekiranya membahayakan keselamatan diri, segeralah melaporkan kepada pihak pihak yang bisa dimintai tolong ( polisi dan lembaga lembaga bantuan lainnya). Usahakan mempunyai buku catatan yang bisa kita gunakan untuk menuangkan segala rasa agar tidak menjadi beban berat untuk diri sendiri. Berkomunikasilah dengan teman –teman sekeliling untuk hal hal yang positif.
Semoga kita senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang maha Rahman dan Rakhim. Amiin.
Ditulis oleh: Ilalang Victoria, Wakil Koordinator Aliansi Migran Progresif Hongkong
No comments