Rakyat Lebih memilih Batalkan kenaikan BBM |
"Lebih baik harga BBM tidak naik daripada kartu-kartu itu," ujar Nunung, Ibu Rumah Tangga di Pare-Pare yang enggan pergi ke kantor Pos untuk antre kartu jaminan sosial senilai Rp 400 ribu itu, Selasa (11/11/2014).
Syamsul, mahasiswa asal jambi yang kuliah di Jakarta mengungkapkan, pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif yang diwujudkan dalam bentuk tiga kartu sakti Jokowi yang meliputi Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) hanyalah ilusi yang meninabobokan rakyat. Termasuk, pengalihan untuk pembangunan infrastruktur.
Menurut dia, kartu sakti Jokowi seolah mudah menyulap keterpurukan bangsa ini. Kenyataannya, kartu itu, di banyak daerah dipertanyakan bahkan ada yang ditolak diantaranya oleh Walikota Balikpapan, Bupati Kutai Timur dan Bupati Bantaeng.
Sedang anggota DPD Propvinsi Papua Yanes Murib menegaskan, rakyat Papua menolak kenaikan harga BBM, karena dampak buruknya sangat luas.
“Khususnya di transportasi, di mana di
sana hampir seluruh perjalanan transportasi menggunakan pesawat udara.
Karena itu, kalau harga BBM naik, maka ongkos pesawat akan makin mahal,”
cetusnya saat diskusi bertajuk ‘BBM Naik, Siapa Untung/Rugi?’ di Gedung
Parlemen RI Senayan Jakarta, Jumat (21/11).
Dia mencontohkan, untuk harga BBM di Provinsi Papua saja saat ini antara Rp10.000-Rp15.000/liter. Bahkan di kabupaten daerah Papua ada yang mencapai Rp 51.000-Rp100.000/liter. “Jadi, rakyat Papua menolak kenaikan harga BBM,” pungkas Yanes.
Yanes menambahkan, kalau saja pencabutan subsidi BBM itu dialihkan ke hal-hal produktif, maka Presiden Jokowi harus menjelaskan itu ke rakyat. “Untuk siapa saja uang itu dialihkan?” tanya dia.
Dia mencontohkan, untuk harga BBM di Provinsi Papua saja saat ini antara Rp10.000-Rp15.000/liter. Bahkan di kabupaten daerah Papua ada yang mencapai Rp 51.000-Rp100.000/liter. “Jadi, rakyat Papua menolak kenaikan harga BBM,” pungkas Yanes.
Yanes menambahkan, kalau saja pencabutan subsidi BBM itu dialihkan ke hal-hal produktif, maka Presiden Jokowi harus menjelaskan itu ke rakyat. “Untuk siapa saja uang itu dialihkan?” tanya dia.
Dia menegaskan, keputusan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi menjadi kado yang tak diharapkan. Rakyat bingung dan sangat kecewa terhadap kebijakan tersebut yang menurut kesimpulan Sultoni dari Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) sebagai ciri khas dari perilaku rezim yang menghamba pada Kapitalis.
Anggota DPD Propvinsi Papua Yanes Murib menegaskan, rakyat Papua menolak kenaikan harga BBM, karena dampak buruknya sangat luas.
“Khususnya di transportasi, di mana di
sana hampir seluruh perjalanan transportasi menggunakan pesawat udara.
Karena itu, kalau harga BBM naik, maka ongkos pesawat akan makin mahal,”
cetusnya saat berdiskusi di Gedung
Parlemen RI Senayan Jakarta, pada hari Jumat, 21 November 2014.
Dia mencontohkan, untuk harga BBM di Provinsi Papua saja saat ini antara Rp10.000-Rp15.000/liter. Bahkan di kabupaten daerah Papua ada yang mencapai Rp 51.000-Rp100.000/liter. “Jadi, rakyat Papua menolak kenaikan harga BBM,” pungkas Yanes.
Yanes menambahkan, kalau saja pencabutan subsidi BBM itu dialihkan ke hal-hal produktif, maka Presiden Jokowi harus menjelaskan itu ke rakyat. “Untuk siapa saja uang itu dialihkan?” tanya dia.
”Putusan menaikkan BBM mencekik masyarakat kecil. Harga kebutuhan sehari-hari melambung dan membantai usaha menengah ke bawah,” teriaknya.
No comments