7 Oktober 2013, Presiden Bolivia Evo Morales menandatangani dekrit nomor 1754 untuk mendukung hak-hak pekerja pabrik dan memberi mereka kekuatan baru untuk mengambil alih kendali perusahaan yang bermasalah.
SEKBER BURUH, Bolivia - Melalui ketentuan ini, kaum buruh punya hak legal untuk mengambil alih pabrik yang berada diambang kebangkrutan, dalam proses likuidasi, ataupun pabrik yang sudah ditutup atau ditinggalkan oleh pengusahanya. Pabrik-pabrik itu nantinya akan dijadikan “usaha sosial” dan dijalankan oleh kaum buruh.
“Kaum buruh tidak lagi dipaksa untuk menerima kondisi yang merendahkan mereka ketika si pemilik saham mengancam ingin menutup usaha mereka,” kata Presiden Evo Morales, di hadapan ribuan buruh saat memperingati HUT ke-67 Konfederasi Buruh Bolivia (7/10).
Lebih lanjut Evo mengungkapkan, “dengan adanya dekrit ini, dari sekarang kita bisa berkata silahkan anda tutup perusahaan anda, kaum buruh akan menjadi pemiliknya.”
Evo juga menegaskan, melalui dekrit ini, para pemegang saham yang berkeinginan menjual pabrik mereka harus menawarkannya paling pertama kepada kaum buruh, melalui sebuah majelis buruh, yang akan memutuskan pembentukan perusahaan kolektif.
Menteri Peburuhan Bolivia, Daniel Santalla, mengatakan dekrit ini bertujuan untuk mendukung hak pekerja di pabrik-pabrik yang terancam bangkrut akibat kesalahan manajemen atau kurangnya inovasi.
Dia mengatakan banyak pabrik di Bolivia saat ini, seperti Enatex dan Traboltex, telah berhasil diubah menjadi perusahaan kolektif.
Namun, beberapa pihak meragukan efektifitas kebijakan ini. Seorang analis bernama Iván Arias menganggap kebijakan ini hanya salah satu dari serangkaian kebijakan yang tidak berkelanjutan. Ia mengambil contoh pada koperasi-koperasi yang dijalankan tidak ekonomis.
Reaksi juga datang dari Presiden Federasi Pengusaha di Cochabamaba, Jaime Ponce, yang menganggap langkah-langkah baru pemerintah ini akan memberi kesan buruk bagi calon investor dan akan menimbulkan keraguan terhadap iklim investasi di Bolivia.
Sementara Kamar Dagang Industri Bolivia, Mario Yafar, menyatakan harapannya agar kebijakan ini dihormati oleh kaum buruh dan tidak menggunakan cara yang kasar untuk menekan pemilik saham dan memperlambat investasi di Bolivia.
“Kaum buruh tidak lagi dipaksa untuk menerima kondisi yang merendahkan mereka ketika si pemilik saham mengancam ingin menutup usaha mereka,” kata Presiden Evo Morales, di hadapan ribuan buruh saat memperingati HUT ke-67 Konfederasi Buruh Bolivia (7/10).
Lebih lanjut Evo mengungkapkan, “dengan adanya dekrit ini, dari sekarang kita bisa berkata silahkan anda tutup perusahaan anda, kaum buruh akan menjadi pemiliknya.”
Evo juga menegaskan, melalui dekrit ini, para pemegang saham yang berkeinginan menjual pabrik mereka harus menawarkannya paling pertama kepada kaum buruh, melalui sebuah majelis buruh, yang akan memutuskan pembentukan perusahaan kolektif.
Menteri Peburuhan Bolivia, Daniel Santalla, mengatakan dekrit ini bertujuan untuk mendukung hak pekerja di pabrik-pabrik yang terancam bangkrut akibat kesalahan manajemen atau kurangnya inovasi.
Dia mengatakan banyak pabrik di Bolivia saat ini, seperti Enatex dan Traboltex, telah berhasil diubah menjadi perusahaan kolektif.
Namun, beberapa pihak meragukan efektifitas kebijakan ini. Seorang analis bernama Iván Arias menganggap kebijakan ini hanya salah satu dari serangkaian kebijakan yang tidak berkelanjutan. Ia mengambil contoh pada koperasi-koperasi yang dijalankan tidak ekonomis.
Reaksi juga datang dari Presiden Federasi Pengusaha di Cochabamaba, Jaime Ponce, yang menganggap langkah-langkah baru pemerintah ini akan memberi kesan buruk bagi calon investor dan akan menimbulkan keraguan terhadap iklim investasi di Bolivia.
Sementara Kamar Dagang Industri Bolivia, Mario Yafar, menyatakan harapannya agar kebijakan ini dihormati oleh kaum buruh dan tidak menggunakan cara yang kasar untuk menekan pemilik saham dan memperlambat investasi di Bolivia.
sumber KLIK DISINI
No comments