FPBI |
PERNYATAAN SIKAP
FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA
Tepat
pada tanggal 17 November 2014 pemerintahan jokowi-Jk mengumumkan
kenaikan harga BBM sebesar Rp 2000, dari Rp 6500 menjadi Rp 8500.
kebijakan ini diberlakukan mulai tanggal 18 November 2014 dimulai dari
jam 00.00 wib.
Kenaikan
tersebut berarti pemerintah melakukan pengurangan subsidi untuk publik
dengan berbagai alibi-alibi mereka. Alibi pengurangan subsidi
sesungguhnya tidak berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya diantaranya;
mulai dari alasan APBN berdarah-darah karena pembengkakan subsidi
sehingga membuat APBN deficit, alibi subsidi harus dialihkan kesektor
produktif seperti pembangunan jalan dll. sampai pada alibi bahwa subsidi
lebih baik untuk membangun jalan daripada dihabiskan dijalan, subsidi
hanya dinikmati oleh orang kaya alias tidak tepat sasaran.
Pertanyaannya
kemudian adalah jika APBN jebol kenapa harus pengurangan subsidi yang
menjadi jalan keluar, apakah tidak ada jalan keluar lain?.
Bahwa alasan APBN jebol karena subsidi BBM tidak
lah benar, pertama; APBN memang selalu di design defisit sehingga
memungkinkan Negara untuk terus menutupi kekurangan anggaran dari hutang
dan membenarkan dirinya (pemerintah) untuk mengurangi bahkan beberapa
subsidi untuk public di hapuskan. Kedua; APBN sesungguhnya diperuntukkan
sebesar-besarnya bagi program seperti infrastruktur yang memang sudah
menjadi agenda besar pemerintah dengan pengusaha dalam program MP3EI.
Pengurangan diperuntukkan untuk pembayaran cicilan hutang. Pengurangan
subsidi tidak dialihkan kesektor produktif seperti membangun
industrialisasi nasional termasuk pengolahan hasil eksplorasi migas dll,
Pengurangan subsidi BBM untuk dialihkan pada pembangunan infrastruktur
seperti pembangunan jalan, bandara ,jalur kereta api dan pelabuhan
sesungguhnya adalah dalam rangka memuluskan investasi asing di indonesia
sesuai program MP3EI. Maka jebolnya APBN bukan disebabkan oleh anggaran
subsidi yang tidak seberapa besarnya tapi disebabkan oleh ketidakmauan
Negara untuk mendesign anggaran yang pro rakyat Karenanya design APBN sesungguhnya tidak diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Katanya
subsidi di nikmati oleh orang kaya. pernyataan ini tidak lah lebih
hanya sebuah lelucon yang mengilusi kesadaran rakyat. Harus diketahui
bahwa energy seperti BBM merupakan kebutuhan dasar rakyat untuk kemajuan
peradaban rakyat. Sekitar 80 juta rakyat menggunakan sepeda motor
sebagai alat transportasi dan mencari nafkah, menggunakan mobil untuk
alat angkutan transportasi dan distribusi barang. Juga banyak nelayan kecil yang memanfaatkan BBM dalam proses produksinya.
Pengurangan
subsidi sebagai jalan keluar untuk menghemat anggaran adalah sebuah
pandangan sesat, bahwa anggaran dalam APBN terdiri dari beberapa post,
dan subsidi salah satu post yang anggarannya masih kecil dibanding
dengan total belanja untuk kementerian, non kementerian, belanja untuk
pembelian barang dan modal.
Bahwa
pengurangan subsidi hingga pencabutan subsidi untuk sektor publik
sesungguhnya adalah paket kebijakan passar bebas alias liberalisasi yang
dititipkan jauh-jauh hari sebelum jokowi-jk memimpin. Artinya
pemerintahan Jokowi-Jk hanya melanjutkan paket program liberalisasi yang
sudah ada sebelumnya.
Kepentingan
para pemodal termasuk pengusaha Jokowi dan Jusuf kalla, pertama;
Menghilangkan monopoli negara atas penguasaan pasar migas dalam negeri
mulai dari hulu hingga hilir. Kedua; menguasai asset-asset strategis
yang di miliki oleh negara untuk menjadi milik segelintir
individu-individu, seperti halnya sekarang pemodal internasional dan
dalam negeri menguasai sumber-sumber migas dan non migas.
Benarkah tidak ada jalan lain selain menaikan harga BBM ?
Selalu
ada jalan keluar dari setiap masalah yang ada, tergantung dari kemauan
pemerintah atau political will untuk mencari jalan keluar lain yang
tidak berefek pada semakin melorotnya kualitas kesejahteraan rakyat
sebagai imbas dari kenaikan harga BBM. Bahwa subsidi sektor publik (
BBM,air,listrik,pendidikan dan kesehatan ) adalah sebagai bentuk
tanggungjawab negara terhadap rakyatnya maka seharusnya subsidi untuk
rayat tetap harus dipertahankan oleh negara. Berikut jalan keluar selain
menaikan harga BBM :
Membangun industri nasional pengolahan migas dari hulu sampai hilir dan nasionalisasi asset – asset strategis,
Indonesia yang sangat kaya akan sumber daya alam minyak bumi dan gas
menjadi sangat ironis bila BBMnya harus import karena tidak memiliki
industri pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar jadi, walhasil
semua sumber – sumber kekayaan alam migas banyak dikuasai oleh investor
asing sehingga menjadi sangat wajar jika harga BBM mahal. Maka solusinya
adalah membangun industri pengolahan migas sendiri untuk kemandirian
ekonomi bangsa.
Memaksimalkan fungsi BUMN sebagai penyangga ekonomi negara.
Indonesia memiliki kurang lebih 114 BUMN. Dengan keuntungan / deviden
yang harus disetor ke kas negara maka seharusnya bisa digunakan
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Masalahnya adalah diluar
banyak saham BUMN yang sudah diprivatisasi / dimiliki oleh swasta juga
ada beberapa BUMN yang nakal tidak menyetorkan deviden ke kas negara
sehingga pendapatan negara berkurang. Maka pemerintah harus tegas
mengembalikan fungsi BUMN sehingga tidak perlu lagi mengurangi subsidi
BBM
Menaikan pajak barang mewah,
jika alasan pemerintah subsidi BBM tidak tepat sasaran akibat dinikmati
oleh pengguna mobil pribadi maka seharusnya pemerintah membatasi
penggunaan mobil pribadi dengan menaikan pajak sehingga menambah kas
negara. Bukan sebaliknya, pemerintah Jokowi –Jk justru akan menjalankan
kembali program mobil murah yang akan semakin meningkatkan konsumsi BBM
dan menambah kemacetan jalan.
Bangun persatuan perjuangan klas buruh bersama massa rakyat.
Setelah
buruh berjuang menuntut kenaikan upah dan mendapatkan hasil yang tidak
sesuai dengan kebutuhan hidup layak nasional tetapi hanya mendapatkan
upah untuk sekedar menjawab kebutuhan minimum supaya besok bisa
berproduksi kembali keesokan harinya. Sementara massa rakyat dihadapkan
dengan perampasan tanah, penggusuran, biaya kesehatan dan pendidikan
yang terus meningkat.
Tentu bukan persoalan kemampuan buruh membeli BBM seharga Rp 8500, akan tetapi dampak yang muncul akibat kenaikan tersebut. Pertama; Harga barang dan jasa semakin mahal.
Kebutuhan akan komoditas BBM sudah menyentuh semua aspek kehidupan.
Tekanan harga pada komoditas BBM akan berpengaruh pada harga barang atau
jasa lainnya.
Setelah
kenaikan BBM akhir tahun ini diperkirakan naik menjadi 7.3% dari yang
semula 5.3%. Pada oktober tahun kalender 2014 menurut BPS untuk 7
kelompok pengeluaran total laju inflasi sebesar 25% karena terjadinya
peningkatan inflasi dari bulan-bulan sebelumnya. Sehingga Kenaikan harga BBM yang disertai dengan peningkatan harga barang berimplikasi pada menurunnya daya beli masyarakat. Kedua; Kemiskinan bertambah. Jelas
bahwa dengan kenaikan harga BBM bersubsidi akan berimplikasi pada
melonjaknya tingkat kemiskinan. Meski pemerintah berjanji untuk
memberikan kompensasi pada masyarakat kecil berupa tiga kartu sakti namun dampaknya dinilai tidak akan signifikan mengingat subsidi pemerintah untuk kesehatan, pendidikan juga sangat kecil
Kompensasi yang bertujuan sebagai jaring pengaman agar masyarakat miskin tidak semakin jatuh ke jurang kemiskinan justru hanya sekedar pencitraan dan obat bius bagi massa rakyat untuk meredam gerakan rakyat.
Ketiga; Pengangguran bertambah. Dengan
alasan kenaikan harga BBM. Hal ini menimbulkan pengusaha mengurangi
beban usaha salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
tentunya akan menimbulkan angka pengangguran meningkat karena alasan
cost produksi semakin meningkat. Kembali buruh menjadi tumbal.
Maka
jelaslah kenaikan upah tahun 2015 tidaklah akan berarti apa-apa kecuali
hanya sekedar penambahan-penambahan nominal dan penyusaian-penyusaian
saja bahkan akan lebih rendah dibandingkan dengan laju inflasi yang
pastinya akan terus meningkat pasca pengumuman kenaikan harga BBM.
Berdasarkan
situasi itu, kami dari FEDERASI PERJUANGAN BURUH INDONESIA (FPBI)
melakukan aksi secara nasional dan bersama-sama menyatakan sikap tegas MENOLAK KENAIKAN HARGA BBM.
Dan
kami menyerukan kepada seluruh massa rakyat untuk terus membangun
persatuan perjuangan klas buruh dan massa rakyat Indonesia untuk
membangun alat politik alternatif.
Jakarta, 18 November 2014
Ttd
SANTOSO WIDODO
KETUA UMUM FPBI
No comments