I. Radikalisasi Perlawanan Massa lah yang menggagalkan rencana kenaikan harga BBM
Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM telah dengan sukses berhasil digagalkan oleh gerakan massa yang melakukan perlawanan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya: mobilisasi ratusan hingga ribuan massa, blokir jalan, blokir bandara, blokir tol, sweeping kawasan, bakar ban, bakar pos polisi, jebol pagar DPR, perang batu dan molotov vs gas air mata, bentrok dengan polisi dan lain sebagainya.
Penolakan kenaikan harga BBM yang juga sudah dikumandangkan sejak hari Perempuan 8 maret 2012, semakin membesar seiring dengan rencana pemerintah yang kabarnya akan menetapkan kenaikan harga BBM pada tanggal 1 April 2012.
Pembesaran massa dan radikalisasi perlawanan semakin membesar seiring dengan semakin mendekatnya rencana kenaikan harga BBM di tanggal 1 April dan mulai dibahasnya rencana kenaikan harga BBM ini di DPR. Setelah aksi buruh di depan istana 21 maret, pembesaran perlawanan dan radikalisasi perlawanan dimulai di Medan, 26 Maret 2012, dimana walaupun Bandara Polonia telah dipasang pagar kawat berduri pun, tetap berhasil dijebol dan massa pun berhasil memblokade bandara dan akses menuju ke bandara.
Berkembangnya isu dan kampanye bahwa 27 Maret 2012 akan terjadi aksi besar-besar berhasil mendorong berbagai elemen masyarakat terutama mahasiswa dan buruh, untuk melakukan aksinya pada hari tersebut. Walaupun secara jumlah mungkin tidaklah terlalu besar (ratusan dan di sejumlah tempat mencapai ribuan), tetapi aksi perlawanan terjadi dimana-mana, dan massa menunjukkan perlawanan terbaiknya, sehebat-hebatnya yang ia miliki. Sekber Buruh sendiri pada tanggal 27 Maret turun melakukan aksi pelabuhan Tanjung Priok.
Berikutnya 28-30 maret, perlawanan massa dan radikalisasi massa semakin menghebat, dan memberikan “sinyal/pesan” yang jelas dan tegas kepada siapapun, dan terutama kepada partai politik di parlemen dan juga kepada pemerintah tentunya, bahwa jika pemerintah dan parlemen (DPR) tetap memutuskan menaikkan kenaikan harga BBM, maka perlawanan yang lebih hebat lagi bisa saja terjadi. “Sinyal/pesan” yang tegas inilah yang kemudian ditangkap oleh Golkar, dimana pada tanggal 29 Maret dalam jumpa pers DPP partai Golkar secara resmi juga memberikan sinyalemen penolakan kenaikan harga BBM dan diperkuat oleh pernyataan Ketua Umumnya yang menyatakan bahwa tidka perlu ada kenaikan harga BBM.
Aksi perlawanan bukan lagi hanya dilakukan oleh mahasiswa dan buruh melainkan banyak elemen masyarakat luas juga mulai terlibat dalam aksi menentang kenaikan harga BBM. Para supir pun di sejumlah tempat mulai menyatakan sikapnya. Inilah yang kemudian kita saksikan pada aksi tanggal 30 Maret 2012 di depan gedung DPR-RI, dimana bukan saja massa mahasiswa, ataupun buruh dari KSPI, KSPSI atau SEKBER BURUH, melainkan banyak kelompok dan elemen masyarakat lain dan individu bergabung dalam barisan massa menolak kenaikan BBM ini di depan gedung DPR RI. Sejumlah kawan-kawan Sekber Buruh Bekasi sejak pagi hingga petang juga berhasil mengeluarkan ribuan buruh dari pabrik-pabrik walau sebagian besarnya tidak ikut datang ke DPR.
Bagi kami, pelibatan massa luas dari berbagai elemen dan kelompok masyarakat bersatu, berkumpul bersama dalam barisan perlawanan adalah sebuah keberhasilan. Soal selanjutnya, bagaimana memimpin massa ini adalah soal yang lain, lebih menyangkut hal-hal teknis di lapangan.
II. “Kemenangan” sudah bisa diperkirakan saat PKS dan Golkar menunjukkan indikasi menolak rencana kenaikan harga BBM. Partai-partai politik di DPR ingin mengambil keuntungan dari perjuangan massa di luar parlemen.
Melihat pembesaran opini dan aksi kongret perlawanan penggagalan rencana kenaikan BBM terus semakin membesar dan semakin berani (radikal) nampaknya tidak dapat dicegah, setelah para pimpinan PKS memberikan sinyal menolak rencana kenaikan BBM, Golkar pun akhirnya berbalik arah dan berdiri dalam barisan partai yang “tidak setuju” dengan rencana kenaikan pemerintah. Jelas dengan sikap Golkar “menolak kenaikan BBM” maka secara hitung-hitungan jumlah suara di parlemen, kelompok partai yang menolak rencana kenaikan BBM (PDI Perjuangan, Gerindra, Hanura, PKS dan Golkar) jumlahnya lebih besar dari pada partai pro kenaikan harga BBM (Demokrat, PPP, PAN, dan PKB). [1]
Jelas bagi kami, baik partai-partai yang sejak awal menyatakan diri menolak rencana kenaikan BBM (PDI Perjuangan, Gerindra dan Hanura) dan juga yang belakangan (PKS dan Golkar) sejatinya bukanlah partai yang memang berjuang untuk kepentingan rakyat. Kita tahu bahwa PDI Perjuangan, saat berkuasa juga menaikan harga BBM, bahkan di bulan Januari 2012 pun, Megawati justru “menyerukan” kenaikan harga BBM. Apalagi partai Gerindra dan Hanura yang merupakan partai warisan Orde Baru, dimana para pimpinannya justru bertanggungjawab atas penderitaan rakyat selama masa orde baru dan akibatnya hingga saat ini. Begitu pula halnya dengan PKS, yang Golkar yang baru di titik akhir baru berani menyatakan sikap “menolak” rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah.
Bagi kami, sikap parpol yang menolak rencana kenaikan harga BBM sejatinya, bukanlah partai yang berjuang untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam sikap penolakan terhadap kenaikan harga BBM, jika saja mereka memang serius, tentu dengan massa simpatisan yang mereka miliki dan dana yang sangat besar, kemampuan mereka untuk memobilisasi massa dalam jumlah besar pastilah mampu mereka lakukan. PDI Perjuangan pastinya jika saja mereka serius menolak tentunya bisa memobilisasi puluhan hingga ratusan ribu orang, tetapi kenyataannya hanya sedikit massa yang dimobilisasi, di beberapa tempat juga dilakukan secara spontan oleh gerakan massa dari bawah. Begitu pula dengan partai-partai yang lain. PKS juga demikian, apalagi Golkar.
Selain itu sikap yang ditunjukkan partai-partai politik di parlemen selama ini dalam berbagai perundangan-perundangan yang dihasilkannya menunjukkan bahwa mereka pro kepada sistem ekonomi neoliberal yang semakin menyengsarakan rakyat banyak, menunjukkan bahwa merekja tidak pernah bepihak pada kepentingan rakyat.
Oleh karenanya dalam momentum penggagalan kenaikan BBM ini menjadi penting agar keberhasilan penggagalan kenaikan harga BBM tidak bisa diklaim bahwa keberhasilan ini dihasilkan oleh mereka (setidaknya image yang berkembang di masyarakat secara luas). Bagi kami ini adalah penting agar massa tidak kembali terilusi oleh parpol-parpol di DPR, terutama pada momentum pemilu 2014 nanti. Sebaliknya, rakyat harus terus diyakinkan, dikuatkan bahwa nasib mereka, kesejahteraan, masa depan mereka tidak bisa diserahkan kepada pemerintah maupun seluruh parpol yang duduk di DPR saat ini. Rakyat harus membangun kekuatan politiknya sendiri berhadapan dengan pemerintahan neoliberal dan partai-partai yang duduk di DPR saat ini. Membangun kekuatan politik dengan dua tujuan untuk berkuasa dan menolak sistem ekonomi kapitalisme neoliberal dan membangun sistem ekonomi yang berpihak kepada rakyat banyak.
Perlawanan massa sekuat-kuatnya, adalah salah satu jalan untuk mencegah klaim ini. Dan bagi kami, salah satunya, adalah dengan cara memberikan sikap dan pesan yang tegas, dan bukan sekedar “duduk-duduk diam menunggu hasil keputusan di parlemen”. Penjebolan pagar pembatas jalan antara jalan depan DPR dengan jalan Tol, pemblokiran tol di depan DPR, hingga penjebolan pagar dan pintu gerbang DPR, bersama tekanan ribuan massa, jauh lebih tepat dibanding dengan sekedar “duduk diam, sekedar berorasi dan menunggu hasil keputusan di parlemen”, walaupun ada “embel-embel” akan bergerak lebih radikal jika yang menang di DPR adalah yang bersepakat kenaikan BBM.
Penjebolan pagar pembatas tol juga tepat, baik untuk pertimbangan keamanan massa saat direpresi, agar tempat aksi menjadi lebih luas, ataupun untuk kepentingan blokir tol dan agar massa/rakyat luas bisa bergabung dalam barisan massa.
Selain itu, penolakan atas atas intervensi anggota parpol dalam barisan massa, merupakan bagian dari usaha untuk mencegah ilusi massa terhadap partai politik yang saat ini sedang memperbaiki citranya agar berkesan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Kritik Sekber Buruh terhadap “Pimpinan FSPMI/Garda Metal”
1. Penarikan massa untuk mundur sesaat setelah Rieke DP disorakin diminta turun, dan tanpa koordinasi dengan barisan massa lainnya yang awalnya telah bersepakat untuk aksi bersama di lapangan.
2. Melakukan kekerasan (intimidasi dan pemukulan) terhadap sesama buruh dan peserta aksi saat mulai terjadi represi (penembakan gas air mata).
Bahkan, menurut laporan dari sejumlah kawan Sekber Buruh, tindakan ini memang diinstruksikan, disetting, direncanakan jauh sebelum terjadinya represi. Artinya, tindakan kekerasan terhadap buruh/massa aksi, memang direncanakan. Jelas tindakan ini sangat memalukan, dan melukai solidaritas dan usaha-usaha persatuan yang berkali-kali dan kami “mohonkan” kepada kawan-kawan FSPMI. Pastinya banyak kawan-kawan anggota Garda Metal, yang mempertanyakan tindakan memalukan ini. Kami yakin, sejatinya banyak anggota Garda Metal yang memandang bahwa seharusnya mereka justru melindungi kawan-kawan buruh/massa aksi yang saat itu berusaha dibubarkan oleh tembakan gas air mata. Bahkan kalaupun harus berhadap-hadapan, kalau harus melawan, maka musuhnya bukan kawan-kawan buruh/massa aksi yang saat itu mundur, melainkan melawan tindakan aparat kepolisian.
3. Soal ajakan persatuan oleh Sekber Buruh yang “tidak direspon serius”
Secara jujur, kami Sekber Buruh sangat senang melihat perkembangan gerakan buruh secara umum. Dimana saat ini gerakan solidaritas mulai dapat dibangun, radikalisasi perlawanan juga mulai terjadi dalam perlawanan kaum buruh, setidaknya dalam dua momentum terakhir (upah dan BBM), dan terakhir adalah tuntutan buruh yang juga mulai membawa isu-isu rakyat kebanyakan (sosial/publik) yang bukan spesifik buruh, misalnya dalam isu BBM lalu. Salah satu yang kami sasar adalah kawan-kawan FSPMI terutama di Bekasi, (walau di tempat lain justru mengecewakan misalnya kasus FSPMI Tangerang yang justru menjadi salah satu pihak yang menandatangini upah minimum yang rendah dan tidak bergabung dalam barisan persatuan menolak upah murah).
Usaha untuk membangun persatuan (baik secara konsep maupun dalam bentuk perjuangan kongkret) yang selalu kami dorong seringkali tidak sesuai dengan harapan kami. Salah satunya adalah momentum perlawanan kenaikan BBM ini. Ajakan kami untuk bertemu dan mendiskusikan strategi perlawanan bersama, seringkali dipandang “sebelah mata”. Jawaban yang kami terima baik pada aksi tanggal 21 Maret, maupun pada tanggal 30 Maret, adalah “ketemu dan koordinasi di lapangan saja”.
Bagi kami sikap inilah yang kemudian pada akhirnya menimbulkan perbedaan sikap di lapangan pada saat aksi tanggal 30 Maret, yang lebih jauh justru menghasilkan benturan (tepatnya intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh Garda Metal terhadap kawan-kawan buruh/peserta aksi).
Bagi kami persatuan sesama kaum buruh adalah sangat penting. Kami tidak memandang berapa besar jumlah massa yang dimiliki oleh masing-masing serikat. Karena bagi kami, kalaupun bersatu seluruh serikat buruh yang ada di Indonesia, jumlahnya masihlah sangat kecil dibandingkan keseluruhan rakyat. Perjuangan untuk membangun kekuatan politik yang lebih besar dan membangun sistem ekonomi yang lebih baik membutuhkan kekuatan yang jauh lebih besar. Tetapi setidaknya, jika terbangun persatuan seluruh serikat buruh, setidaknya jalan ini menjadi lebih terbuka dan bisa mengajak/mempelopori sektor-sektor lainnya untuk bersama-sama membangun kekuatan politik yang sanggup mewujudkan cita-cita untuk mengangkat Buruh/Rakyat ke tampuk kekuasaan sejati dan menciptakan Indonesia yang adil dan makmur untuk rakyat kebanyakan.
Bagi kami, persatuan ini harus dibangun secara independen dan justru menghindari intervensi dari partai politik di DPR saat ini yang semuanya sejatinya pro pada kapitalisme neoliberal. Persatuan yang dibangun bahkan seharusnya dibangun berdasar landasan kesamaan dalam menolak kapitalisme neoliberal yang saat ini sudah terbukti gagal mensejahterahkan rakyat Indonesia dan rakyat dunia.
Demikianlah Kertas Posisi, Evaluasi dan Kritik terbuka kami.
Salam juang, solidaritas selalu...
[1] Total suara di DPR 560 suara. Suara kelompok partai di DPR yang menolak kenaikan BBM: PDI Perjuangan, Hanura, dan Gerindra berjumlah 137 suara, kalau ditambah PKS jumlahnya menjadiu 194 suara. Tetapi kalau ditambah Gokar jumlahnya menjadi 300 suara. Artinya lebih besar dibandingkan suara kelompok partai pro kenaikan BBM.
No comments