isi Solidaritas untuk Kawan Sultoni | SekberBuruH
Select Menu

ads2

Aksi

Kampanye

Kampanye

Aksi

Kabar Basis

Kampanye

Ekspresi

Solidaritas

Artikel

SEKBER BURUH TV

» » Solidaritas untuk Kawan Sultoni
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

Lawan Kriminalisasi Buruh
Sultoni Farras
Kasus kriminalisasi kawan Sultoni – pejuang buruh dari Serikat Progresif dan Sekber buruh – baru-baru ini, yang dijegal pasal “Perbuatan Tidak Menyenangkan” oleh pemilik modal, mendorong sebuah pertanyaan yang awalnya tampak sepele tetapi kalau kita telaah lebih jauh ternyata cukup fundamental di dalam perjuangan buruh. Ini menyangkut masalah “senang” dan “tidak senang”.

Masalah senang atau tidak senang mungkin dapat dikatakan sebagai pangkal dari kehidupan manusia. Tiap-tiap manusia dengan segala usahanya ingin mengejar kesenangan, dan oleh karenanya juga menjauhi ketidaksenangan. Dari jaman primitif sampai jaman moderen hari ini, dari manusia bercawat sampai berdasi, semua mencari kesenangan, fisik maupun batin. Dengan kedua tangannya, yang menganugrahinya kemampuan untuk bekerja, manusia dari setiap jaman mengejar kesenangan: yakni bebas dari lapar (pangan), terlindung dari terik mentari dan dinginnya hujan (papan), dan tertutupi aurat malunya (sandang).

Pengejaran kesenangan inilah, atau pursuit of happiness, yang terus mendorong umat manusia secara keseluruhan terus berkembang. Tetapi di dalam sejarah, masyarakat tidak bergerak dalam garis lurus, dimana seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu mengejar kesenangan untuk kepentingan bersama. Tidak! Semenjak jaman perbudakan sepuluh ribu tahun yang lalu sampai sekarang, boleh dikatakan ada dua kelas di dalam masyarakat yang dalam pengejaran kesenangannya bertentangan secara tidak terdamaikan, yakni kelas yang berkuasa dan yang dikuasai: sang pemilik budak dan budak, tuan tanah dan petani, dan hari ini pemilik modal (kapitalis) dan buruh.

Apa yang menyenangkan bagi buruh tidaklah menyenangkan bagi pemilik modal, dan begitu juga sebaliknya. Buruh senang bergaji tinggi, kapitalis senang berlaba tinggi. Pelajaran ekonomi dasar mengatakan bahwa gaji dan laba itu bertentangan kodratnya. Skenario sama-sama senang hanyalah impian saja, dan bahkan tipuan bagi yang sebenarnya dikuasai agar tidak lagi mengejar kesenangan mereka. Tidak jarang kita mendengar para politisi dan komentator politik pintar – dan lebih parahnya sejumlah pemimpin buruh – yang mengatakan bahwa mungkin tercapai sebuah masyarakat dimana buruh dan pemilik modal bergandengan tangan menyanyikan lagu “Kumbaya”. Kasus penangkapan kawan Sultoni yang memperjuangkan kesenangan buruh dengan pasal “Perbuatan Tidak Menyenangkan” adalah bukti dari utopia ini. Kalau memang ingin sama-sama senang, mari juga sama-sama susah. Biarlah para komentator politik pintar dan pemimpin buruh reformis-birokratik mengajak pemilik modal untuk sama-sama susah juga dengan buruh, bekerja di pabrik, dari pukul 8 pagi hingga 5 sore, mengangkut karung semen, tinggal di kamar kos 3x4 meter, dengan gaji UMK.

Kawan Sultoni – dan banyak kawan-kawan buruh lainnya yang sudah pernah terjerat oleh pasal ini – sesungguhnya benar telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, yakni tidak menyenangkan bagi pemilik modal dan aparatus negaranya. Dalam masyarakat hari ini, pasal tersebut sesungguhnya berarti “Perbuatan Tidak Menyenangkan bagi Yang Berkuasa”, dan selama yang berkuasa adalah para pemilik modal maka yang akan terjerat adalah kelas lainnya: buruh, juga tani dan kaum miskin kota. Tidak ada hukum yang netral. Hukum hari ini ditulis oleh kapitalis dan untuk kepentingan kesenangan kapitalis. Jangan terbuai oleh dongeng para hakim dan pengacara yang mengatakan kepada kita bahwa hukum ini untuk melayani rakyat dengan adil.

Pasal “Perbuatan tidak Menyenangkan” tersebut hanya akan melayani rakyat pekerja kalau buruh berkuasa. Maka ketika pemilik modal menolak membayar gaji buruh dengan layak, ia bisa dijerat pasal tersebut karena membuat perut buruh tidak senang, setiap hari harus keroncongan. Bila majikan memecat buruh atau menutup pabrik karena buruh berserikat, maka buruh bisa melayangkan surat pengaduan perbuatan tidak menyenangkan. Bila tanah petani diserobot, masuklah ke penjara pemilik-pemilik kebun sawit karena perbuatannya yang membuat para petani tidak senang.

Kawan Sultoni telah melakukan hal yang benar dengan membuat pemilik modal tidak senang. Terpujilah para pejuang buruh yang tidak menyenangkan ini, karena mereka yang menyenangkan hati kapitalis adalah pengkhianat. Buruh, kita sama-sama senang, sama-sama susah juga, dan bersama-sama juga kita akan terus lakukan perbuatan-perbuatan tidak menyenangkan kepada kapitalis dan negaranya sampai kita tiba di tampuk kekuasaan. Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera! Bebaskan Kawan Sultoni! Bebaskan Kawan-Kawan buruh yang telah dikriminalisasi!

Berikut ini adalah seruan solidaritas untuk kawan Sultoni (disadur dari www.rakyatpekerja.org, situs KPO-PRP), yang kami ajak para pembaca untuk menyebarluaskannya:
Solidaritas Mendesak Dibutuhkan! Aktivis Buruh Dikriminalisasi

Sulthoni Farras adalah seorang buruh yang menjadi korban PHK di sebuah perusahaan di Ibukota, Jakarta ketika krisis melanda tahun 1998. Walaupun begitu dia tetap terus melanjutkan perjuangan dengan membangun serikat buruh lintas sektoral yang kemudian menjadi cikal bakal dari Federasi Progresip-KASBI. Dalam perjuangan Sulthoni juga mendorong persatuan kaum buruh pada saat itu dengan bersatu di dalam Aliansi Buruh Menggugat dan menjadi Koordinator ABM Wilayah Jabodetabek. Persatuan yang sekarang diwujudkan dalam pembangunan Sekber Buruh Jabodetabek, dimana Sulthoni duduk di dalam unsur Presidium-nya. Pada tahun 2009 Sulthoni Farras juga menerima LBH Award. Sebuah penghargaan bagi mereka yang terus konsisten memperjuangkan hak-hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak-hak buruh.

Pembebasan sejati kaum buruh diyakininya tidak dapat dilakukan tanpa perjuangan politik dan pembangunan partai politik bagi kaum buruh. Oleh karena itulah Sulthoni kemudian bergabung ke dalam Perhimpunan Rakyat Pekerja yang dalam perkembangannya muncul KPO PRP. Sulthoni pun duduk di dalam Badan Pekerja Nasional KPO PRP.

Salah satu perjuangan yang dilakukan oleh Sulthoni Farras yang berbuah kriminalisasi terhadapnya adalah membebaskan buruh PT Dongan dari sistem kerja kontrak dan pencurian upah oleh Pemilik Modal PT Dongan bernama: Park Jung Sik.

PT Dongan sendiri mempekerjakan kurang lebih seribu buruh yang sebagian besar perempuan. Pabrik tersebut memproduksi rambut palsu kualitas eksport. Sebelum mengenal serikat buruh para buruh PT Dongan tidak ubahnya seperti budak belian. Status hubungan kerja yang tidak jelas walaupun belasan tahun masa kerjanya, masih dianggap kontrak meskipun sudah bekerja empat hingga sepuluh tahunan. Upahnya selalu dipotong dengan berbagai alasan, potongan transportasi antar jemputlah, potongan untuk makan kateringlah, dsb. Sementara pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerjanya tutup mata terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Di tengah peningkatan gerakan buruh di Indonesia, semakin sadar pula buruh PT Dongan atas hak dan kekuatannya. Mulailah perlahan namun pasti, terkadang cepat para buruh PT Dongan mengkonsolidasikan dirinya. Dari awal berjumlah puluhan buruh mendiskusikan persoalan hak dan serikat buruh hingga terlaksanakan Konferensi yang dihadiri oleh mayoritas buruh PT Dongan.

Setelah konferensi pembangunan serikat, ancaman terus menghantui, rencana perusahaan akan menghabiskan buruh yang masih dianggap kontrak terus menyeruak hingga meresahkan dan membuat marah buruh karena terus diancam-ancam, padahal sudah bekerja bertahun-tahun. Dengan dipicu oleh kekangan dan intimidasi perusahaan tersebutlah buruh PT Dongan mulai bergerak memaksa PT Dongan untuk memenuhi semua hak-hak normatif buruh dan juga mengangkat semua pekerja kontrak menjadi pekerja tetap.

Pada tanggal 7 September 2012 terjadi perundingan antara Buruh PT Dongan dengan pengusahanya hingga pukul 21:30 malam. Dari perundingan itu disepakatilah semua hak normatif buruh (cuti melahirkan, tidak ada potongan transport dan makan yang diambil dari gaji pokok, makan dan minum layak, dsb.). Dan terjadinya kesepakatan antara pihak Pekerja dan Perusahaan yang melahirkan PERJANJIAN BERSAMA yang mengikat antara kedua belah pihak.

Namun dalam perkembangannya pengusaha PT Dongan kemudian membalasnya dengan mengingkari semua perjanjian dan mengkriminalisasi para pejuang buruh di PT Dongan. Sulthoni Farras kemudian ditetapkan sebagai Tersangka dalam perkara pasal karet 335 KUHP yaitu Perbuatan Tidak Menyenangkan oleh Polresta Bekasi terkait dengan perundingan pada tanggal 7 September 2012 lalu.

Kirim SMS tekanan ke:

Kapolresta Bekasi, Drs Isnaeni MSI: +62 817245622

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto: +62 8164266366

DPRD Bekasi Komisi Ketenagakerjaan, Warja :+62 81311110109

Gelombang Serangan Balik para pemilik modal dan Kriminalisasi terhadap perjuangan buruh ini juga terjadi di berbagai daerah lainnya. Oleh karena itu kirimkan data, profil dan kronologi serangan balik para pemilik modal dan kriminalisasi terhadap perjuangan buruh ke: kpo.prp@rakyatpekerja.org


Source: Militan (Indonesia)



A Solidarity for Comrade Sultoni who was being ‘Unpleasant’)


The recent criminalization case of comrade Sultoni Farras, a worker activist from Progresif Union and Sekber Buruh, who is being sued with “Unpleasant Action” law by the bosses, puts forward a question that at first seems petty but if we look further turns out to be quite fundamental in the workers’ struggle. This relates to the question of “pleasantness” and “unpleasantness”. (Note: in Indonesia, the word “pleasantness” can also mean “happiness”)

It can be said that the question of happiness makes up the basis of human life. Every human being with all their efforts wants to seek happiness, and therefore also seeks to avoid unpleasant things. From primitive era to today’s modern era, from our primitive ancestors who wore nothing but loincloth to today’s suited men and women, everyone seeks happiness, physically and spiritually. With their both hands, who bestow upon them the ability to labour, human beings from all periods pursue happiness: which is to be free from hunger (food), to be protected from the searing heat of the sun and the cold breeze of rain (house), and to cover their bodies (clothing).
This pursuit of happiness is the thing that keeps pushing the whole society as a whole forward. However, in history, society doesn’t proceed in a straight line, where all layers of the society works hand-in-hand to pursue their common happiness. No! Since slave society ten thousand years ago until now, there are two classes in society that in their pursuit of happiness are locked in an irreconcilable struggle. They are the oppressor and the oppressed: slave owners and slaves, landlords and peasants, and today capitalists and workers.
What is pleasant for the workers is unpleasant for the capital owner, and vice versa. Workers are happy to earn high wages, the capitalists are happy to receive high profits. Basic economics lesson says that wages and profits are irreconcilable. The scenario of mutual happiness between the workers and the bosses is merely a dream, and even a trick for the oppressed to not struggle for their interests. We often hear from politicians or smart pundits – and worse even, some labour leaders – who say that we can have a society where workers and capitalists hold hands and sing “Kumbaya”. The arrest of comrade Sultoni, who is fighting for the workers, with the “Unpleasant Action” law is a testament to how utopian this scenario of mutual happiness. If they wish so much for workers and bosses to be in a society where they can be happy together, let them also be ask the capitalist to suffer together with the workers: work in factories, from 8 to 5, hauling heavy sacks of cement, live in 3 by 4 meters barrack-like room, and paid minimum wages.
Comrade Sultoni – and many other labour activists who have been charged with this law – in reality have done the correct things by committing unpleasant action, that is unpleasant for the bosses and their state. In today’s society, the law actually means “Unpleasant Action Toward the Ruler”, and as long as the capitalists rule then those who will fall victims to these laws are the other classes: workers, peasants, and urban poor. There is no such thing as a neutral law. Today’s law is written by the capitalists and for the interest of capitalists. We shouldn’t fall under the illusion – spread by the men and women of law – that this law is to serve the people in a just manner.
The “Unpleasant Action” law will only serve the toiling masses if the workers are in power. Thus, when a boss refuses to pay decent wages to the workers, he or she can be charged under that law because he or she is making workers’ stomach unhappy, growling every day because of hunger. If the bosses fire workers or close factories because the workers organize trade unions, then workers can charge them with unpleasant action. If peasants’ land is being forcibly taken from them, then those large palm tree plantation owners can be sent to jail for making the peasants feel unpleasant.
Comrade Sultoni has done the correct thing by making the capitalists feel unpleasant. Praise be to those unpleasant labour activists, because those who are making the capitalist feel pleasant are traitors. Workers, we rejoice together, we suffer together, and together as well we will keep committing unpleasant actions against the capitalist and its state until we arrive at the seat of power. Workers in Power People Prosper! Release Comrade Sultoni! Release All Workers Who Have Been Criminalized!
Below is a solidarity call for comrade Sultoni (from KPO-PRP) that we ask the readers to act upon. As this article is being published, on Monday (29/1) hundreds of workers protested in front of Bekasi police station against the arrest of Sultoni. The police answered the protest with violence and threat of arrest. The pressure has workers, as the police temporarily allow Sultoni to go home that night.

Solidarity Urgently Needed! Labour Activists Criminalised!

Sulthoni Farras is a worker that became a victim of layoffs at a company in the capital city of Jakarta when the crisis hit in 1998. Despite this, he continued with the struggle by building the cross-sector union that later became the union Federation Progresip under the confederation KASBI. Sulthoni also encouraged unity of workers and at the time took part in the uniting of unions in the alliance Aliansi Buruh Menggugat (ABM) and became the coordinator of ABM in the larger Jakarta region. This unity is now embodied in the development of the Greater Jakarta Workers Joint Secretariat (Sekber Buruh) in which Sulthoni is a presiding member. In 2009 Sulthoni Farras also received a legal aid award, awarded to those that consistently struggle for human rights, including the rights of workers.
True liberation of the working class is not possible without a political struggle and a the establishment of a political party for the working class. Because of this belief, Sulthoni joined the Working Peoples Association that later developed and led to the formation of KPO PRP. Sultoni sits on the national committee of KPO PRP.
One of the struggles that Sulthoni was active in and that led to the criminalisation, was the liberation of PT Dongan workers from the system of contract work and wage theft by the owner of PT Dongan, Park Jung Sik.
PT Dongan employs approximately a thousand workers, mostly women. The plant produces quality wigs for export. Before establishing a union, the workers of PT Dongan were like slaves. Their employment status was unclear despite several years of work at the plant. They were still considered contract workers despite having worked there for between four and ten years. Their wages were always being cut for various reasons, such as for transport and catering. Meanwhile, the government through the Department of Labour, shut their eyes to what was happening.\
Amid the rising labour movement in Indonesia, workers at PT Dongan became increasingly aware of their rights and power. Starting slowly but surely, the workers at PT Dongan began to consolidate. At first, only dozens of workers met to discuss their rights and the possibility of forming a union, until finally a conference was held and attended by the majority of workers of PT Dongan.
After the conference that established a union, the threats began to haunt them. The company planned to get rid of all workers on contracts. This troubled, and then made the workers angry. The threats continued, even though the workers had been employed there for years. Triggered by the intimidation the workers of PT Dongan became active and forced the company to meet all their basic rights and also make all contract workers permanent workers.
On the 7th of September, 2012 negotiations between the workers and PT Dongan took place going until 9:30pm. From those negotiations it was agreed that all rights (maternity leave, an end to wage cutting for transport and food, provision of food and drink and so on) would be provided). A joint agreement was also decided upon by both sides.
However, in the development of the company PT Dongan, the company has responded by denying these agreements and criminalising the active union workers of PT Dongan. Sulthoni Farras was then determined as a suspect in line with article 335 KUHP, misconduct, by the Bekasi police.
Please send pressure to:
Kapolresta Bekasi, Drs Isnaeni MSI: +62 817245622
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto: +62 8164266366
DPRD Bekasi Komisi Ketenagakerjaan, Warja :+62 81311110109
Wave of retaliation and criminalization by the bosses toward workers struggle happen in other part of Indonesia. Send your data, profile and chronology of the bosses retaliation and criminalization toward workers struggle to:kpo.prp@rakyatpekerja.org
Send your solidarity statement to: kpo.prp@rakyatpekerja.org
Solidarity Message: http://www.rakyatpekerja.org/pernyataan-sikap-solidaritas-dari-berbagai-organisasi-lawan-kriminalisasi-aktivis-buruh/
Provide solidarity by changing your Facebook profile picture with a photo of Sulthoni Farras.

Juga diterbitkan di marxist

About Unknown

Sekber Buruh adalah persatuan perjuangan buruh untuk melawan tiap bentuk penindasan dengan program-program kerakyatan yang anti penindasan dan penghisapan.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Ayo Berkomentar