Oleh: Zely Ariane*
Tulisan ini adalah suplemen bagi tulisan Situasi dan Tugas-tugas Mendesak Perburuhan, dan modifikasi dari tulisan A new wave of workers struggles in Indonesia.
Sepanjang tahun 2011 sampai sekarang, kita sedang menyaksikan suatu gelombang baru radikalisasi buruh. Momentum tersebut dimulai ketika ribuan buruh melakukan mobilisasi melalui Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), menuntut agar RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) disahkan pada pertengahan tahun 2011. Disamping perdebatan pro dan kontra terkait RUU tersebut antar berbagai organisasi buruh, mobilisasi itu sendiri terbukti menjadi suatu alat efektif dalam memenangkan tuntutan hingga RUU tersebut disahkan setelah melakukan pendudukan di DPR.
Di awal Juli 2011, setidaknya 8000 buruh-buruh PT. Freeport Mc Moran melakukan mogok kerja selama hampir 4 bulan. Itulah pemogokan buruh pertama kalinya dilakukan di sini pasca Reformasi. Kaum buruh memblokade kendaraan-kendaraan pemasok, memobilisasi keluarga dan masyarakat setempat, menuntut kenaikan upah diatas upah minimum. Meskipun mereka tidak memenangkan tuntutan utamanya, namun pesan kuat melalui perlawanan yang militan serta tuntutan terhadap upah yang layak meninggalkan dampak terhadap kaum buruh Indonesia.
Gerakan buruh kemudian berlanjut diseputar isu penentuan upah minimum nasional, di akhir tahun 2011 dan awal 2012. Setidaknya 300.000 buruh melakukan mobilisasi di 7 kawasan industri di Bekasi, Jawa Barat pada 27 Januari 2012. Protes mereka memuncak dalam tiga hari mogok dan blokade jalan tol. Mobilisasi serupa berlanjut di kawasan industri terdekat seperti di Tangerang, Karawang dan Purwakarta. Radikalisasi perjuangan serupa juga tampak di Batam dan beberapa area industri di Jawa Timur. Lebih dari sepuluh ribu buruh turun ke jalan.
Gerakan ini tak berhenti. Setelah perjuangan untuk upah layak, ribuan buruh dari area Bekasi melakukan reli melawan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di bulan Maret 2012. Menyusul aksi-aksi mahasiswa di banyak tempat di kota-kota besar Indonesia, kaum buruh dari berbagai serikat menunjukkan peran yang penting dan menentukan dalam melakukan mobilisasi melawan kenaikan BBM. Keterlibatan kaum buruh yang besar ini adalah suatu perkembangan baru. Gerakan sukses menunda kenaikan harga BBM, setelah sidang DPR yang dramatis pada tanggal 30 Maret 2012 tengah malam, berhasil menunda kenaikan BBM.
Perjuangan berlanjut
Lebih dari sepuluh ribu buruh turun lagi ke jalan memperingati Mayday 2012. Menuntut upah layak, melawan outsourcing dan kontrak, jaminan sosial seumur hidup, adalah tuntutan-tuntutan yang paling populer. Pada tanggal 12 Juli 2012 ribuan pendukung Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) meluncurkan kampanye penghapusan outsourcing dan melawan upah murah atau disingkat HOSTUM. Namun titik berangkat yang paling nyata dari gerakan ini adalah di Bekasi.
Semenjak beberapa waktu setelah Mayday tahun 2012, sepanjang bulan Juni, Juli, Agustus, dan sampai saat inil seruan tersebut telah menghasilkan berbagai pemogokan baik spontan maupun terencana oleh berbagai federasi dan serikat tingkat pabrik di banyak pabrik di berbagai kawasan industri tersebut. Diawali sebagai seruan untuk para anggota basis KSPI agar memobilisasi memberi solidaritas pada sesama anggotanya, namun tak ada yang bisa mencegah dukungan meluas dari para pekerja dari serikat lain.
Selama lebih dari 4 bulan mobilisasi mengambil bentuk yang disebut “geruduk”, yang dilakukan, khususnya, untuk mendukung pemogokan kaum buruh yang mengalami deadlock negosiasi dengan manajemen dalam rangka memberi tekanan agar tuntutan menang. Tuntutan utama dalam berbagai aktivitas ini adalah: menjadi karyawan tetap (kartap) bagi pekerja kontrak. Namun, sekali perlawanan dilancarkan, tuntutan kaum buruh dapat dengan mudah teradikalisir hingga meliputi hampir semua persoalan-persoalan mendesak yang dirasakan di pabrik: upah murah, PHK, pemberangusan serikat, dll. Dukungan berdatangan dari berbagai sektor, khususnya dari buruh yang sudah memenangkan kontrak tetap atau menjadi pekerja tetap. Melalui grup facebook dan Blackberry, kaum buruh dan para aktivis mendistribusi rincian negosiasi dan menggalang solidaritas.
Tidak ada data resmi sejauh ini berapa banyak buruh yang sudah menjadi buruh tetap karena aktivitas ini. Satu sumber mengatakan telah mencapai 40.000, namun yang lain mengatakan 18.000 buruh. Terlepas jumlah buruh yang secara langsung mendapat untung dari perjuangan ini, satu hal yang pasti: mereka menciptakan satu perasaan solidaritas baru diantara pekerja, tak perduli afiliasi serikat mereka. Slogan ‘solidaritas tanpa batas’ menjadi kenyataan.
Dalam konteks ini Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), pada bulan Agustus 2012 membuat seruan mogok yang akan dilangsungkan antara bulan September dan Oktober dalam rangka menuntut penghapusan outsourcing dan kenaikan upah. Dalam rilisnya terakhir, MPBI telah menetapkan tanggal pemogokan menjadi 3 Oktober 2012. KSPI, sebagai konfederasi yang memimpin diantara konfederasi-konfederasi yang mendirikan MPBI, menyerukan pemogokan nasional satu juta buruh di 14 kota, dan Bekasi adalah jantungnya mobilisasi.
Seruan ini didukung oleh Sekretariat Bersama Buruh (Sekber Buruh) Jabotabek, yang terdiri dari serikat-serikat buruh progresif yang tidak menjadi anggota MPBI. Sekber menyatakan bahwa pemogokan 1 juta buruh hanya dapat berhasil jika melibatkan banyak serikat buruh, tak saja MPBI. Namun MPBI hanya mengandalkan jajaran mereka sendiri, khususnya pada KSPI, mengabaikan banyak serikat buruh independen lainnya yang dapat dijajaki dan didekati untuk mendukung seruan tersebut. Sehingga pemogokan 1 juta buruh dapat berupa sekadar gertakan. SEKBER mengerti kepentingan kampanye ini dan radikalisasi yang terus berlangsung di Bekasi, dimana ia memainkan peran aktif, dan oleh karena itulah Sekber mendukung seruan ini.
Sekretariat Bersama Buruh
Sekretariat Bersama Buruh Jabotabek adalah aliansi organisasi-organisasi buruh dan organisasi pro demokrasi[1] yang terkonsolidasi sebagai hasil dari radikalisasi upah akhir tahun 2011. Sekber mewadahi setidaknya 30.000 buruh sebagai anggota masing-masing organisasi buruh di dalamnya. Sekber lahir sebagai ekspresi konsolidasi politik gerakan buruh yang meningkat sepanjang 2011 dengan platform anti kapitalisme. Walaupun Sekber Buruh tak saja terdiri dari serikat-serikat buruh, namun tugas khususnya adalah membangun kesadaran dan kekuatan politik buruh yang memiliki pemahaman terhadap problem-problem sosial ekonomi lainnya yang berdampak pada situasi kerja secara keseluruhan.
Mayoritas penggerak utama Sekber Buruh adalah elemen-elemen organisasi yang juga sebelumnya juga menggerakkan Aliansi Buruh Menggugat (ABM), dan sejauh ini, Sekber Buruh memang telah mengambil peran alternatif seperti halnya yang pernah dilakukan ABM beberapa tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan konferensinya pada Juni 2012 lalu, Sekber menetapkan strategi politiknya untuk membangun suatu pusat konsolidasi politik alternatif bagi kaum buruh, menjadi motor bagi pembentukan persatuan-persatuan demokratik, dan bersepakat untuk mengambil peran maksimal dalam melakukan respon-respon politik mendesak terhadap situasi-situasi tertentu.
Pengambil keputusan tertinggi Sekber Buruh adalah presidium dengan dua representasi dari masing-masing organisasi anggota. Presidium memiliki beberapa tim kerja: tim perluasan, tim produksi dan perlengkapan, tim materi dan publikasi, serta tim-tim ad-hoc lainnya yang dibutuhkan pada situasi-situasi tertentu, misalnya memberi rekomendasi advokasi dan isu-isu sektoral. Koordinator presidium sekber dipilih bergilir untuk jangka waktu beberapa bulan. Sekber Buruh juga memiliki struktur di tingkat kota, seperti di Bekasi, Jakarta dan kolektif Tangerang. Misi Sekber antara lain adalah membangun pergerakan buruh radikal, luas dan semakin bersatu, dimulai di Jabotabek hingga nasional. Isu utama yang dikampanyekan adalah upah layak 100% KHL, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing, kebebasan berserikat dan melawan pemberangusan serikat, serta seperti disebutkan dalam seruannya yang terakhir, pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat.
Misi ini sangat penting dalam situasi ekonomi dan politik nasional saat ini yang ditandai oleh, pertama, pertumbuhan ekonomi yang bertahan setidaknya 6% selama 2 tahun terakhir, pasar domestik besar, upah yang murah, kekayaan alam dan fleksibilitas pasar kerja, yang kesemuanya menjadikan Indonesia layak sebagai bagian dari G20 saat ini. Kedua, berlanjutnya serangan terhadap hak-hak berserikat secara mandiri. Perusahaan-perusahaan media arus utama adalah diantara banyak perusahaan yang melarang berdirinya serikat pekerja[2]. Berbagai kasus-kasus kriminalisasi pimpinan-pimpinan buruh yang berani melawan represi perusahaan terus terjadi[3]. Ketiga, tidak terjadi peningkatan signifikan atas upah—upah riil telah terus menurun sejak tahun 1998—seperti halnya belum ada perubahan penting dalam komponen upah yang berbasiskan pekerja lajang dengan standar hidup yang minimum yang sangat tidak manusiawi. Penambahan komponen upah yang ditetapkan melalui Permenaker 13/2012 menjadi 60 komponen terlalu sedikit ditengah kebutuhan yang sudah luar biasa melonjak. Keempat, keberhasilan gerakan buruh menuntut kenaikan upah lebih besar dari yang direkomendasikan pemerintah dan pengusaha[4], pada momentum penentuan upah awal tahun lalu, walau belum sesuai sepenuhnya dengan tuntutan upah layak, adalah modal bagi pergerakan buruh selanjutnya. Kelima, keberhasilan gerakan geruduk di Bekasi melawan kontrak dan outsourcing serta upah murah dengan solidaritas dan metode aksi langsung adalah contoh perlawanan yang harus disebarluaskan ke berbagai lapisan buruh dan diseluruh kawasan industri di Indonesia.
Tantangan
Seruan mogok nasional buruh ini adalah satu seruan politik yang sangat penting. Inilah seruan mogok nasional pertama kali melawan upah murah dan outsourcing di negeri ini pasca Reformasi. Sejak Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik memenangkan peninjauan hukum terhadap kerja alih daya dalam UUK 13/2003 dan Mahkamah Konstitusi membatalkan dua pasal dalam UUK terkait persoalan kontrak, gelombang solidaritas ‘geruduk’ di Bekasi sejak 4 bulan belakangan ini telah memanen momentum.
Satu-satunya sinyal yang mengkhawatirkan adalah fakta bahwa MPBI akan membatalkan mogok dengan kompromi, atau mogok simbolik di tempat kerja. Bukan kali pertama KSPI mengampanyekan tuntutan-tuntutan yang kedengarannya radikal di depan namun mengajukan yang lebih rendah di dalam negosiasi dengan para bos dan penguasa. Dalam berbagai momen juru bicara KSPI, Said Ikbal, mengatakan bahwa mereka tidak hendak menghapus outsourcing sedemikian rupa dan mendukung moratorium seperti yang disarankan Menteri Tenaga Kerja, atau membatasi outsourcing pada tipe-tipe pekerjaan tertentu saja, dlsb.
Sekber Buruh, bersama bebeberapa serikat buruh independen dan tingkat pabrik di Bekasi sedang bekerja keras untuk mempertahankan dan memperluas radikalisasi di Bekasi sekaligus mendorong agar KSPI mau bersatu dengan serikat buruh lainnya. Dengan maupun tanpa KSPI, Sekber Buruh akan mencoba memaksimalisasi perannya dalam proses ini. Setidaknya harapan besar yang dapat terwujud adalah suatu komite pergerakan buruh yang nyata lintas pabrik dan kawasan industri dapat terbentuk sebagai hasil dari gelombang perjuangan ini. ***
*anggota Partai Pembebasan Rakyat.
[1] Terdiri dari 19 organisasi buruh, 5 organisasi mahasiswa dan pemuda, 3 organisasi politik, dan 1 organisasi perempuan.
[2] http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/03/labor-groups-call-end-union-busting.html | http://www.thejakartaglobe.com/home/lack-of-unions-in-indonesian-media-an-absolute-irony/505061
[3] http://www.sigtur.com/index.php/home-mainmenu-1/154-stop-union-busting-practice-on-indonesian-carrefour-union-
[4] Meningkat 16-30% untuk berbagai sector industri berbeda di Bekasi: RP. 1,286 juta/bulan di tahun 2011 hingga 1,491 juta/bulan di tahun 2012, kenaikan tertinggi adalah di sektor metal, kertas dan otomotif RP. 1,849 juta/bulan.
Tulisan ini adalah suplemen bagi tulisan Situasi dan Tugas-tugas Mendesak Perburuhan, dan modifikasi dari tulisan A new wave of workers struggles in Indonesia.
Sepanjang tahun 2011 sampai sekarang, kita sedang menyaksikan suatu gelombang baru radikalisasi buruh. Momentum tersebut dimulai ketika ribuan buruh melakukan mobilisasi melalui Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), menuntut agar RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) disahkan pada pertengahan tahun 2011. Disamping perdebatan pro dan kontra terkait RUU tersebut antar berbagai organisasi buruh, mobilisasi itu sendiri terbukti menjadi suatu alat efektif dalam memenangkan tuntutan hingga RUU tersebut disahkan setelah melakukan pendudukan di DPR.
Di awal Juli 2011, setidaknya 8000 buruh-buruh PT. Freeport Mc Moran melakukan mogok kerja selama hampir 4 bulan. Itulah pemogokan buruh pertama kalinya dilakukan di sini pasca Reformasi. Kaum buruh memblokade kendaraan-kendaraan pemasok, memobilisasi keluarga dan masyarakat setempat, menuntut kenaikan upah diatas upah minimum. Meskipun mereka tidak memenangkan tuntutan utamanya, namun pesan kuat melalui perlawanan yang militan serta tuntutan terhadap upah yang layak meninggalkan dampak terhadap kaum buruh Indonesia.
Gerakan buruh kemudian berlanjut diseputar isu penentuan upah minimum nasional, di akhir tahun 2011 dan awal 2012. Setidaknya 300.000 buruh melakukan mobilisasi di 7 kawasan industri di Bekasi, Jawa Barat pada 27 Januari 2012. Protes mereka memuncak dalam tiga hari mogok dan blokade jalan tol. Mobilisasi serupa berlanjut di kawasan industri terdekat seperti di Tangerang, Karawang dan Purwakarta. Radikalisasi perjuangan serupa juga tampak di Batam dan beberapa area industri di Jawa Timur. Lebih dari sepuluh ribu buruh turun ke jalan.
Gerakan ini tak berhenti. Setelah perjuangan untuk upah layak, ribuan buruh dari area Bekasi melakukan reli melawan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di bulan Maret 2012. Menyusul aksi-aksi mahasiswa di banyak tempat di kota-kota besar Indonesia, kaum buruh dari berbagai serikat menunjukkan peran yang penting dan menentukan dalam melakukan mobilisasi melawan kenaikan BBM. Keterlibatan kaum buruh yang besar ini adalah suatu perkembangan baru. Gerakan sukses menunda kenaikan harga BBM, setelah sidang DPR yang dramatis pada tanggal 30 Maret 2012 tengah malam, berhasil menunda kenaikan BBM.
Perjuangan berlanjut
Lebih dari sepuluh ribu buruh turun lagi ke jalan memperingati Mayday 2012. Menuntut upah layak, melawan outsourcing dan kontrak, jaminan sosial seumur hidup, adalah tuntutan-tuntutan yang paling populer. Pada tanggal 12 Juli 2012 ribuan pendukung Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) meluncurkan kampanye penghapusan outsourcing dan melawan upah murah atau disingkat HOSTUM. Namun titik berangkat yang paling nyata dari gerakan ini adalah di Bekasi.
Semenjak beberapa waktu setelah Mayday tahun 2012, sepanjang bulan Juni, Juli, Agustus, dan sampai saat inil seruan tersebut telah menghasilkan berbagai pemogokan baik spontan maupun terencana oleh berbagai federasi dan serikat tingkat pabrik di banyak pabrik di berbagai kawasan industri tersebut. Diawali sebagai seruan untuk para anggota basis KSPI agar memobilisasi memberi solidaritas pada sesama anggotanya, namun tak ada yang bisa mencegah dukungan meluas dari para pekerja dari serikat lain.
Selama lebih dari 4 bulan mobilisasi mengambil bentuk yang disebut “geruduk”, yang dilakukan, khususnya, untuk mendukung pemogokan kaum buruh yang mengalami deadlock negosiasi dengan manajemen dalam rangka memberi tekanan agar tuntutan menang. Tuntutan utama dalam berbagai aktivitas ini adalah: menjadi karyawan tetap (kartap) bagi pekerja kontrak. Namun, sekali perlawanan dilancarkan, tuntutan kaum buruh dapat dengan mudah teradikalisir hingga meliputi hampir semua persoalan-persoalan mendesak yang dirasakan di pabrik: upah murah, PHK, pemberangusan serikat, dll. Dukungan berdatangan dari berbagai sektor, khususnya dari buruh yang sudah memenangkan kontrak tetap atau menjadi pekerja tetap. Melalui grup facebook dan Blackberry, kaum buruh dan para aktivis mendistribusi rincian negosiasi dan menggalang solidaritas.
Tidak ada data resmi sejauh ini berapa banyak buruh yang sudah menjadi buruh tetap karena aktivitas ini. Satu sumber mengatakan telah mencapai 40.000, namun yang lain mengatakan 18.000 buruh. Terlepas jumlah buruh yang secara langsung mendapat untung dari perjuangan ini, satu hal yang pasti: mereka menciptakan satu perasaan solidaritas baru diantara pekerja, tak perduli afiliasi serikat mereka. Slogan ‘solidaritas tanpa batas’ menjadi kenyataan.
Dalam konteks ini Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), pada bulan Agustus 2012 membuat seruan mogok yang akan dilangsungkan antara bulan September dan Oktober dalam rangka menuntut penghapusan outsourcing dan kenaikan upah. Dalam rilisnya terakhir, MPBI telah menetapkan tanggal pemogokan menjadi 3 Oktober 2012. KSPI, sebagai konfederasi yang memimpin diantara konfederasi-konfederasi yang mendirikan MPBI, menyerukan pemogokan nasional satu juta buruh di 14 kota, dan Bekasi adalah jantungnya mobilisasi.
Seruan ini didukung oleh Sekretariat Bersama Buruh (Sekber Buruh) Jabotabek, yang terdiri dari serikat-serikat buruh progresif yang tidak menjadi anggota MPBI. Sekber menyatakan bahwa pemogokan 1 juta buruh hanya dapat berhasil jika melibatkan banyak serikat buruh, tak saja MPBI. Namun MPBI hanya mengandalkan jajaran mereka sendiri, khususnya pada KSPI, mengabaikan banyak serikat buruh independen lainnya yang dapat dijajaki dan didekati untuk mendukung seruan tersebut. Sehingga pemogokan 1 juta buruh dapat berupa sekadar gertakan. SEKBER mengerti kepentingan kampanye ini dan radikalisasi yang terus berlangsung di Bekasi, dimana ia memainkan peran aktif, dan oleh karena itulah Sekber mendukung seruan ini.
Sekretariat Bersama Buruh
Sekretariat Bersama Buruh Jabotabek adalah aliansi organisasi-organisasi buruh dan organisasi pro demokrasi[1] yang terkonsolidasi sebagai hasil dari radikalisasi upah akhir tahun 2011. Sekber mewadahi setidaknya 30.000 buruh sebagai anggota masing-masing organisasi buruh di dalamnya. Sekber lahir sebagai ekspresi konsolidasi politik gerakan buruh yang meningkat sepanjang 2011 dengan platform anti kapitalisme. Walaupun Sekber Buruh tak saja terdiri dari serikat-serikat buruh, namun tugas khususnya adalah membangun kesadaran dan kekuatan politik buruh yang memiliki pemahaman terhadap problem-problem sosial ekonomi lainnya yang berdampak pada situasi kerja secara keseluruhan.
Mayoritas penggerak utama Sekber Buruh adalah elemen-elemen organisasi yang juga sebelumnya juga menggerakkan Aliansi Buruh Menggugat (ABM), dan sejauh ini, Sekber Buruh memang telah mengambil peran alternatif seperti halnya yang pernah dilakukan ABM beberapa tahun yang lalu. Setelah menyelesaikan konferensinya pada Juni 2012 lalu, Sekber menetapkan strategi politiknya untuk membangun suatu pusat konsolidasi politik alternatif bagi kaum buruh, menjadi motor bagi pembentukan persatuan-persatuan demokratik, dan bersepakat untuk mengambil peran maksimal dalam melakukan respon-respon politik mendesak terhadap situasi-situasi tertentu.
Pengambil keputusan tertinggi Sekber Buruh adalah presidium dengan dua representasi dari masing-masing organisasi anggota. Presidium memiliki beberapa tim kerja: tim perluasan, tim produksi dan perlengkapan, tim materi dan publikasi, serta tim-tim ad-hoc lainnya yang dibutuhkan pada situasi-situasi tertentu, misalnya memberi rekomendasi advokasi dan isu-isu sektoral. Koordinator presidium sekber dipilih bergilir untuk jangka waktu beberapa bulan. Sekber Buruh juga memiliki struktur di tingkat kota, seperti di Bekasi, Jakarta dan kolektif Tangerang. Misi Sekber antara lain adalah membangun pergerakan buruh radikal, luas dan semakin bersatu, dimulai di Jabotabek hingga nasional. Isu utama yang dikampanyekan adalah upah layak 100% KHL, penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing, kebebasan berserikat dan melawan pemberangusan serikat, serta seperti disebutkan dalam seruannya yang terakhir, pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat.
Misi ini sangat penting dalam situasi ekonomi dan politik nasional saat ini yang ditandai oleh, pertama, pertumbuhan ekonomi yang bertahan setidaknya 6% selama 2 tahun terakhir, pasar domestik besar, upah yang murah, kekayaan alam dan fleksibilitas pasar kerja, yang kesemuanya menjadikan Indonesia layak sebagai bagian dari G20 saat ini. Kedua, berlanjutnya serangan terhadap hak-hak berserikat secara mandiri. Perusahaan-perusahaan media arus utama adalah diantara banyak perusahaan yang melarang berdirinya serikat pekerja[2]. Berbagai kasus-kasus kriminalisasi pimpinan-pimpinan buruh yang berani melawan represi perusahaan terus terjadi[3]. Ketiga, tidak terjadi peningkatan signifikan atas upah—upah riil telah terus menurun sejak tahun 1998—seperti halnya belum ada perubahan penting dalam komponen upah yang berbasiskan pekerja lajang dengan standar hidup yang minimum yang sangat tidak manusiawi. Penambahan komponen upah yang ditetapkan melalui Permenaker 13/2012 menjadi 60 komponen terlalu sedikit ditengah kebutuhan yang sudah luar biasa melonjak. Keempat, keberhasilan gerakan buruh menuntut kenaikan upah lebih besar dari yang direkomendasikan pemerintah dan pengusaha[4], pada momentum penentuan upah awal tahun lalu, walau belum sesuai sepenuhnya dengan tuntutan upah layak, adalah modal bagi pergerakan buruh selanjutnya. Kelima, keberhasilan gerakan geruduk di Bekasi melawan kontrak dan outsourcing serta upah murah dengan solidaritas dan metode aksi langsung adalah contoh perlawanan yang harus disebarluaskan ke berbagai lapisan buruh dan diseluruh kawasan industri di Indonesia.
Tantangan
Seruan mogok nasional buruh ini adalah satu seruan politik yang sangat penting. Inilah seruan mogok nasional pertama kali melawan upah murah dan outsourcing di negeri ini pasca Reformasi. Sejak Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik memenangkan peninjauan hukum terhadap kerja alih daya dalam UUK 13/2003 dan Mahkamah Konstitusi membatalkan dua pasal dalam UUK terkait persoalan kontrak, gelombang solidaritas ‘geruduk’ di Bekasi sejak 4 bulan belakangan ini telah memanen momentum.
Satu-satunya sinyal yang mengkhawatirkan adalah fakta bahwa MPBI akan membatalkan mogok dengan kompromi, atau mogok simbolik di tempat kerja. Bukan kali pertama KSPI mengampanyekan tuntutan-tuntutan yang kedengarannya radikal di depan namun mengajukan yang lebih rendah di dalam negosiasi dengan para bos dan penguasa. Dalam berbagai momen juru bicara KSPI, Said Ikbal, mengatakan bahwa mereka tidak hendak menghapus outsourcing sedemikian rupa dan mendukung moratorium seperti yang disarankan Menteri Tenaga Kerja, atau membatasi outsourcing pada tipe-tipe pekerjaan tertentu saja, dlsb.
Sekber Buruh, bersama bebeberapa serikat buruh independen dan tingkat pabrik di Bekasi sedang bekerja keras untuk mempertahankan dan memperluas radikalisasi di Bekasi sekaligus mendorong agar KSPI mau bersatu dengan serikat buruh lainnya. Dengan maupun tanpa KSPI, Sekber Buruh akan mencoba memaksimalisasi perannya dalam proses ini. Setidaknya harapan besar yang dapat terwujud adalah suatu komite pergerakan buruh yang nyata lintas pabrik dan kawasan industri dapat terbentuk sebagai hasil dari gelombang perjuangan ini. ***
*anggota Partai Pembebasan Rakyat.
[1] Terdiri dari 19 organisasi buruh, 5 organisasi mahasiswa dan pemuda, 3 organisasi politik, dan 1 organisasi perempuan.
[2] http://www.thejakartapost.com/news/2011/06/03/labor-groups-call-end-union-busting.html | http://www.thejakartaglobe.com/home/lack-of-unions-in-indonesian-media-an-absolute-irony/505061
[3] http://www.sigtur.com/index.php/home-mainmenu-1/154-stop-union-busting-practice-on-indonesian-carrefour-union-
[4] Meningkat 16-30% untuk berbagai sector industri berbeda di Bekasi: RP. 1,286 juta/bulan di tahun 2011 hingga 1,491 juta/bulan di tahun 2012, kenaikan tertinggi adalah di sektor metal, kertas dan otomotif RP. 1,849 juta/bulan.
No comments